Kamis, 03 Mei 2012

Keragaman pada Organisme (Patogen Tanaman)

Terdapat variasi dalam individu-individu pada suatu populasi. Variasi tersebut terjadi karena adanya variasi (perbedaan) genetik antar individu.  Perbedaan genetik tersebut dapat disebabkan oleh pertukaran genetik antar individu yang menghasilkan individu-individu dengan genetik yang berbeda.  Pada patogen tanaman, fungi pada umumnya, dan nematoda variasi genetik terjadi melalui proses seksual. Variasi genetik dapat juga terjadi melalui proses aseksual, yaitu mutasi. Mekanisme khusus seperti proses seksual (sexual like) dalam variasi genetik terdapat pada fungi (heteroploidi dan paraseksual), bakteri (konjugasi, transformasi dan transduksi), dan virus (rekombinasi).
Mutasi yaitu perubahan susunan basa DNA yang bersifat permanen dan diturunkan. Mutasi terjadi karena pertukaran (substitusi), penambahan (addisi: amplifikasi, insersi, dan inversi), atau penghilangan (delesi) basa DNA. Frekuensi rata-rata mutasi alami adalah 1/1 juta generasi. Kebanyakan mutasi bersifat resesif, pada tanaman diploid hanya akan diekspresikan pada kondisi homozygot. Mutasi pada patogen dapat menyebabkan perubahan sifat virulensi patogen yang menimbulkan strain-strain patogen “baru” yang lebih ganas. Perubahan genetik pada patogen terkait dengan sifat adaptasinya terhadap tiga hal, yaitu : untuk meningkatkan kemampuan toleransinya terhadap senyawa toksik, untuk memanfaatkan senyawa baru bagi pertumbuhannya dan untuk mengubah sifat virulensinya menghadapi tanaman. Tanaman juga mengalami mutasi terkait dengan sifat ketahanan/kerentanannya terhadap patogen tetapi dengan tingkat yang lebih lambat dibandingkan patogen. Rekombinasi, terutama terjadi melalui proses reproduksi seksual baik melalui miosis maupun mitosis.
Heterokariosis adalah suatu kondisi sel atau hifa atau bagian hifa fungi mengandung dua atau lebih nukleus yang secara genetik berbeda sebagai akibat dari fertilisasi atau anastomosis (penyatuan dua hifa dari koloni/strain yang berbeda tetapi masih satu spesies). Kondisi heterokariosis mempengaruhi kemampuan patogen untuk menginfeksi tanaman, namun perannya dalam perkembangan penyakit belum diketahui. Kondisi sebaliknya dimana terjadi kontak hifa tetapi tidak terjadi penyatuan disebut vegetative incompatibility (somatic atau heterokaryon incompatibility). Vegetative incompatibility merupakan mekanisme pertahanan fungi yang melindunginya dari nukleus berbahaya, mitokondria, plasmid dan virus yang dapat menyebabkan kerusakan hifa apabila terjadi fusi (anastomosis).
Paraseksual adalah proses rekombinasi genetik pada hifa heteokarion melalui penyatuaan (fusi) dua nukleus membentuk nukleus diploid. Heteroploidi adalah keberadaan sel, jaringan atau organisme dengan jumlah kromosom dalam nukleus berbeda dengan kondisi normalnya. Heteroploidi dapat berupa haploid, diploid, triploid, tetraploid, atau aneuploid (memiliki satu, dua, tiga atau lebih kromosom ekstra atau kehilangan satu atau lebih kromosom dari kondisi normalnya). Heteroploidi mempengaruhi tingkat pertumbuhan, ukuran dan tingkat produksi spora, warna hifa, aktivitas enzim, dan patogenisitas.
Tiga mekanisme utama keragaman genetik pada bakeri dan mollicute adalah konjugasi, transformasi dan transduksi. Konjugasi merupakan proses pertukaran materi genetik (bagian kromosom atau plasmid) melalui kontak sel yang diperantarai oleh pili. Transformasi merupakan proses absorbsi DNA bebas oleh bakteri kompeten. Tranduksi adalah transfer genetik pada bakteri yang diperantai oleh bakteriofage. Ketiga mekanisme keragaman genetik bakteri ini tidak terbatas pada spesies atau genus yang sama, tetapi dapat terjadi antar spesies, antar genus, bahkan antar organisme yang berbeda, sehingga pertukaran genetik ini disebut pertukaran genetik horizontal (horizontal gene transfer). Rekombinasi genetik pada virus terjadi karena kesalahan pada waktu assembling struktur virus apabila suatu sel tanaman diinfeksi oleh dua atau lebih (strain) virus yang berbeda.
Variasi genetik dapat terjadi tidak hanya antar individu pada satu populasi, tetapi dapat juga terjadi antar individu pada populasi yang berbeda. Proses perpindahan gen dari suatu populasi ke populasi lainnya pada wilayah geografis yang berbeda disebut aliran gen (gene flow). Proses ini sangat penting dalam plant pathology karena dapat menyebabkan perubahan virulensi patogen pada populasi yang berbeda. Patogen dengan aliran gen tinggi memiliki keragaman genetik yang lebih tinggi dari patogen dengan aliran gen rendah. Pada patogen yang variasi genetiknya hanya melalui proses aseksual (tidak terjadi rekombinasi) dapat berpindah dari satu populasi ke populasi lainnya. Perpindahan patogen antar populasi ini disebut aliran genotipe (genotype flow). Patogen yang penyebaran propagulnya terbatas pada daerah yang sempit seperti nematoda dan patogen tular tanah memiliki aliran genetik yang lebih rendah dibandingkan dengan patogen yang menghasilkan propagul yang dapat disebarkan dalam jarak jauh. Patogen yang memiliki aliran genetik (gene atau genotype flow) tinggi berpeluang mengancam pertanian lebih tinggi dibandingkan  patogen dengan aliran genetik rendah.
Ukuran populasi mempengaruhi frekuensi daya hidup mutan dan keragaman genetik dalam populasi. Populasi suatu organisme dalam suatu area geografis tidak cukup besar untuk melestarikan seluruh individu dalam populasi tersebut. Oleh karena itu tidak semua sifat-sifat genetik diturunkan pada generasi berikutnya. Hal ini dikenal dengan tetesan genetik (genetic drift). Populasi yang lebih besar memiliki jumlah mutan yang lebih banyak daripada populasi yang kecil sehingga kemungkinan genetic drift menjadi lebih kecil. Tekanan seleksi akan menurunkan keragaman organisme dalam suatu populasi tetapi meningkatkan keragaman organisme antar populasi. Seleksi terhadap patogen dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mempengaruhi siklus hidup patogen tersebut, yaitu reproduksi dan kebugaran patogen itu sendiri, inang, dan lingkungan.
Kebugaran (fitness) adalah kemampuan bakteri untuk hidup dan bereproduksi. Kebugaran patogen dapat diukur  dengan tingkat reproduksi, tingkat multiplikasi, efisiensi infeksi dan jumlah kejadian penyakit (keagresifan, aggressiveness). Perubahan sifat (mutasi) dari avirulen menjadi virulen merupakan mekanisme untuk meningkatkan kebugaran patogen. Hal ini hanya terjadi dalam kondisi yang benar-benar penting untuk kehidupan patogen, misalnya untuk menghadapi ketahanan inang. Banyak gen yang menyandikan kebugaran atau virulensi juga menyandikan sifat avirulen dan fungsi pengenalan inang.

Tingkatan Keragaman Patogen
Klasifikasi patogen dilakukan berdasarkan karakter pembeda antar patogen, mulai dari karakter umum morfologi dan fenotipik (genus, spesies) hingga karakter yang yang lebih spesifik seperti inang dan asal populasi (ras, isolat). Klasifikasi patogen disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1.     Tingkat klasifikasi keragaman tanaman dan patogen berdasarkan karakter pembedanya


Mekanisme Keragaman Genetik pada Bakteri

Mekanisme keragaman genetik bakteri patogen tumbuhan secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
1.    MUTASI, yaitu perubahan urutan (sequence) nukleotida dari DNA bakteri yang bersifat permanent dan diturunkan dari ”induk”nya (parent) ke turunannya. Type mutasi dibedakan menjadi mutasi titik (point mutation) dan mutasi frameshift. Mutasi titik terjadi karena berubahnya satu jenis basa pada satu titik (single position).
Mutasi titik disebut juga pergantian basa (base substitution). Konsekuensi mutasi titik ini tergantung pada sifat dan lokasi perubahan yang terjadi. Jika mutasi terjadi pada coding region, maka mutasi tersebut dapat menyebabkan perubahan urutan asam amino yang akan mempengaruhi fungsi protein yang terbentuk (Gambar 1).
Ada beberapa kemungkinan yang terjadi dari mutasi titik, yaitu :
a) Silent mutation : mutasi menghasilkan kodon yang menyandikan asam amino yang sama. Tidak ada perubahan sekuen asam amino pada protein sehingga protein yang dihasilkan normal.
b)  Nonsense mutation : mutasi menghasilkan kodon yang menyandikan stop kodon. Protein yang terbentuk tidak sempurna.
c)  Missense mutation : mutasi menghasilkan kodon yang menyandikan asam amino yang berbeda. Sekuen asam amino pada protein berubah dan menyebabkan perubahan pada struktur dan fungsi protein.

Mutasi frameshift terjadi karena bergesernya urutan (sekuen) DNA akibat adanya penambahan atau penghilangan satu atau beberapa basa (Gambar 2). Mutasi frame shift ini menyebabkan perubahan pada reading frame gen dan menghasilkan protein yang berbeda secara keseluruhan (totally different) mulai dari titik terjadinya mutasi.


Gambar 1. Beberapa kemungkinan yang terjadi akibat mutasi titik

Gambar  2.  Frameshift mutation dan suppression. (a) urutan mRNA awal dan hasil translasinya. (b) Penghilangan satu basa meneyebabkan perubahan pada reading frame selanjutnya dan menghasilkan urutan asam amino yang berbeda dan stop kodon. (c) Penambahan satu basa pada posisi yang berbeda dapat mengembalikan reading frame menjadi seperti awalnya dan menekan mutasi.

Berdasarkan mekanismenya, mutasi dibedakan menjadi dua, yaitu :
i.   Mutasi spontan : mutasi yang terjadi secara spontan yang tidak melibatkan agen penyebab (disebut mutagen) yang dapat mempengaruhi DNA. Mutasi ini terjadi sebagai akibat kesalahan pada replikasi DNA. Laju mutasi spontan ini cukup rendah, yaitu hanya 10-6 (satu kesalahan dalam sejuta pasang basa). Rendahnya mutasi spontan ini karena bakteri memiliki sistem proof reading dalam replikasi, sehingga kesalahan replikasi DNA dapat dikoreksi. RNA virus, tidak memiliki sistem proof reading, sehingga laju mutasi spontannya 1000 x lebih tinggi dari bakteri.
ii.  Mutasi terinduksi : mutasi yang disebabkan karena pengaruh agen penginduksi (mutagen). Mutagen dapat berupa faktor fisik (seperti UV) maupun kimia (EtBr, 5-bromo uracil, EMS, acridine orange, 2-amino purin).
·   UV menyebabkan basa pyrimidine dimer (biasanya thymine dimer tapi mungkin juga cytosine dimer). Basa dimer ini menyebabkan kerusakan pada struktur DNA sehingga replikasi DNA terhambat. Jika replikasi DNA tidak terjadi, maka bakteri dapat mengalami kematian. Untuk mengatasi hal tersebut, bakteri  memiliki mekanisme perbaikan yang disebut SOS response (Gambar 3). Namun pada SOS response ini, tidak ada proof reading seperti halnya replikasi DNA secara normal. Tidak adanya proof reading dapat menyebabkan terjadi kesalahan replikasi (mutasi).
Selain SOS response, bakteri memiliki mekanisme untuk memperbaiki kesalahan replikasi akibat UV yaitu photoreactivation (Gambar 3). Proses photoreactivation ini dikatalisis oleh enzim photolyase yang bekerja jika ada cahaya visible. Enzim photolyase akan memotong ikatan kovalen antar basa dimer dan menggantinya dengan urutas basa aslinya. Mekanisme perbaikan dengan photoreactivation ini sangat efisien dan akurat sehingga dapat mencegah mutasi. Oleh karena itu, bakteri yang mutasi dengan UV di laboratorium, harus dibungkus untuk menghindari bakteri dari paparan cahaya visible agar proses photoreactivation tidak terjadi.

Gambar  3.     Mekanisme perbaikan DNA akibat mutasi yang disebabkan oleh sinar UV : SOS response (kiri) dan photoreactivation (kanan)
·   Ethydium bromide (EtBr) dan acridine orange merupakan intercalating agents yang dapat menyisip ke dalam DNA. Penyisipan intercalating agents ini menyebabkan bertambahnya/additon (kadang-kadang hilangnya/deletion) satu basa ketika DNA direplikasi dan menyebabkan mutasi frameshift.
·   5-bromouracil adalah basa analog thymine dan dan 2-aminopurin adalah basa analog adenine.  5-bromouracil dapat berpasangan dengan guanine sedangkan 2-aminopurin berpasangan dengan adenin. Kedua mutagen ini (5-bromouracil  dan 2-aminopurin) menyebabkan substitusi AT menjadi GC.

2.    REKOMBINASI, adalah proses keragaman bakteri yang melibatkan terjadinya transfer gen dari luar sel ke dalam sel bakteri. Rekombinasi ini disebut juga lateral (horizontal) gene transfer. Gen yang ditransfer kadangkala menggantikan gen dari sel bakteri yang mengambilnya. Mekanisme rekombinasi ada empat, yaitu transformasi, konjugasi dan transduksi.
·   Transformasi adalah proses penerimaan DNA bebas oleh bakteri kompeten. Transformasi ditemukan pertama kali oleh Fred Griffith tahun 1928 yang menemukan bahwa strain avirulen Streptococcus pneumoniae penyebab dapat berubah menjadi virulen kembali jika diinkubasi dengan ekstrak sel mati dari bakteri yang virulen. Di alam, transformasi lebih banyak terjadi pada bakteri gram positif daripada bakteri gram negatif.
Ada dua syarat terjadinya keragaman melalui transformasi, yaitu bakteri harus kompeten yaitu dapat menerima DNA bebas dan DNA bebas harus kompatible. Kompeten dari sel umumnya terjadi pada fase akhir pertumbuhan log (late log phase) ketika bakteri siap masuk fase stasioner. Hal ini kelihatannya terkait dengan kepadatan sel bakteri. Sel kompeten dapat juga dibuat melalui elektroporasi.  DNA dikatakan kompatibel jika : (i) tidak didegradasi oleh enzim restriksi bakteri, (ii) dapat direplikasi, jika berupa plasmid harus memiliki ORI atau jika DNA bebas harus terintegrasi dengan kromosom, (iii) dapat dikenali oleh RNA Polymerase untuk ditranskripsi, dan (iv) dapat dikenali oleh ribosom untuk ditranslasi.
Perkembangan dari kompeten melibatkan faktor kompeten melalui sistem pengaturan dua komponen (two component regulatory system). Salah satu faktor kompeten tersebut adalah receptor pada permukaan sel yang berperan untuk mengikat DNA (DNA binding protein).



Gambar 4.      Mekanisme rekombinasi pada bakteri : (a) DNA bebas terikat pada DNA binding protein di permukaan sel, (b) DNA bebas masuk ke dalam sel sebagai utas tunggal DNA, (c) dan (d) integrasi DNA ke dalam kromosom bakteri
·   Konjugasi adalah proses transfer DNA (biasanya adalah plasmid) dari bakteri donor (F+) ke bakteri resipien (F-) melalui sex pili (Gambar 5). Transfer plasmid dimulai dengan pemutusan utas tunggal plasmid lokasi spesifik yang disebut origin of transfer (oriT). Helikase yang disandikan oleh plasmid membebaskan plasmid dan plasmid tersebut direplikasi membentuk copy utas tunggal. Utas tunggal ini kemudian ditransfer ke bakteri resipien melalui pili. Di dalam bakteri resipien, plasmid utas tunggal tersebut disintesis membentuk plasmid utas ganda.


Gambar  5.     Mekanisme konjugasi pada bakteri : (a) pembentukan pilus sebagai jembatan untuk transfer plasmid, F plasmid terputus pada salah satu utasnya, (b) transfer satu copy utas tunggal plasmid dari F+ ke F-, (c) sintesis utas komplementer dari plasmid di dalam bakteri resipien, dan (d) transfer dan sintesis plasmid selesai, kedua sel bakteri kemudian berpisah.

·   Transduksi merupakan proses transfer DNA dari suatu bakteri ke bakteri lainnya yang diperantarai oleh bakteriofage. Tahap kunci transduksi adalah pada saat pengemasan (packaging) DNA ke dalam coat protein bakteriofage selama pertumbuhan fase litik dari fage. Proses packaging DNA secara normal bersifat sangat spesifik. Namun kesalahan saat packaging DNA dapat terjadi sehingga  partikel fage mengandung DNA bakteri (seharusnya DNA fage) yang dihasilkan dari degradasi kromosom inang yang mati oleh fage selama fase litiknya. Fage yang mengandung DNA bakteri ini (disebut transducing particles) dapat mentransfer DNA bakteri yang ada dalam coat proteinnya ke bakteri lain yang diifeksinya (Gambar 6).


Gambar 6.      Mekanisme transduksi pada bakteri : Partikel fage yang mengadung DNA bakteri akibat kesalahan packaging DNA pada siklus litik dapat transfer informasi genetik dari sel bakteri yang mati ke sel bakteri yang diinfeksi berikutnya