Defenisi
Rekayasa genetik (genetic engineering) adalah istilah yang
digunakan untuk teknik manipulasi gen secara terarah, yaitu transfer gen antar
organisme atau mengubah urutan (sequence) dari gen. Rekayasa
genetik ini meliputi identifikasi gen, isolasi gen, dan transformasi gen.
Sejarah Rekayasa Genetika
Istilah rekayasa genetik pertama kali dikenalkan oleh Jack Williamson dalam
novel fiksi ilmiahnya yang berjudul Dragon's Island yang diterbitkan
tahun 1951, setahun sebelum dikonfirmasinya peran DNA dalam pewarisan sifat
oleh Alfred Hershey dan Martha Chase, dan dua tahun sebelum James Watson dan
Francis Crick memperlihatkan struktur double-helix molekul DNA. Namun kegiatan
rekayasa genetik baru dimulai sekitar tahun 1970-an.
Pada tahun 1972, Paul Berg mengembangkan molekul DNA rekombinan pertama,
yaitu DNA virus SV40 dari monyet. Organisme transgenik pertama dikembangkan
oleh Herbert Boyer dan Stanley Cohen pada tahun 1973, yaitu bakteri Eschericia
coli yang tahan terhadap antibiotik. Hewan transgenik (tikus) pertama
dikembangkan pada tahun 1974 oleh Rudolf Jaenisch. Pada tahun 1976 Herbert
Boyer dan Robert Swanson mendirikan perusahaan rekayasa genetik pertama, yaitu
Genentech. Setahun kemudian, Genentech memproduksi protein manusia
(somatostatin) pada E.coli dan memproduksi insulin pada tahun
1978. Ijin edar untuk insulin yang diproduksi oleh bakteri (merek dagang
humulin) di berikan pertama kali oleh badan pengawas obat dan makanan Amerika
(Food and Drug Administration, FDA) pada tahun 1982.
Rekayasa genetika pada tanaman dimulai pada awal tahun 1980-an. Pengujian
tanaman transgenik dilakukan pertama kali di tahun 1986 dan komersialisasi
tanaman transgenik pertama kali dilakukan pada tahun 1992. Penggunaan tanaman
transgenik secara besar-besaran dimulai pada tahun 1996 dan mencapai 90 juta Ha
pada tahun 2005. Sekitar 34 juta Ha tanaman transgenik telah ditanam oleh 7.7
juta petani di negara-negara berkembang seperti Argentina, Brazil, China, India
dan Afrika Selatan. Tanaman transgenik yang telah diproduksi dan dikomersilkan
antara lain adalah jagung, kapas, kanola, dan kedelai dengan luas penanaman
sebesar 15, 20, 30 dan 50 persen dari total luas penanaman
masing-masing komoditas.
Organisme Hasil Rekayasa Genetik
Organisme yang dihasilkan melalui rekayasa genetik disebut genetically
modified organism (GMO). Berdasarkan pada sifat modifikasinya,
rekayasa genetik dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu :
·
Mengubah ekspresi
gen sehingga ditranslasi lebih tinggi (over expressed) atau
dimatikan sama sekali. Organisme yang materi genetiknya dimatikan atau
dihilangkan dikenal dengan nama knock out organism.
·
Mengubah susunan
gen yang sudah ada sehingga mengubah produk gen.
·
Menyisipkan gen
asing dari suatu spesies ke spesies lainnya. Berdasarkan pada sumber gen yang
disisipkan, organisme yang dihasilkan dengan menyisipkan gen asing ini
dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
þ Transgenic organism, yaitu organisme hasil rekayasa yang
menerima material genetik dari spesies lain yang berbeda. Gen yang disipkan
dapat berasal dari spesies lain dalam kingdom yang sama (seperti dari tanaman
ke tanaman) atau berasal dari spesies lain dari kingdom yang berbeda (misalnya
dari bakteri ke tanaman). Contoh tanaman transgenik adalah tanaman jagung dan
kapas yang disisipi gen cry dari B. turingensis sehingga tahan
terhadap hama penggerek.
þ Cisgenic organism, yaitu organisme hasil
rekayasa yang menerima material genetik dari spesies yang sama atau kerabat
dekat dari spesies tersebut dimana hibridisasi secara sexual mungkin saja
terjadi. Contoh tanaman cisgenic adalah tanaman padi yang
disisipi gen ketahanan dari padi jenis lain yang tahan terhadap virus tungro.
REKAYASA GENETIKA DALAM PEMULIAAN TANAMAN
Kemajuan teknik biologi molekuler dan rekayasa genetik memungkinkan para
peneliti untuk mengembangkan tanaman dengan sifat-sifat tertentu yang
diinginkan. Berdasarkan pada sifat yang diintroduksikan, terdapat tiga generasi
dalam pengembangan tanaman transgenik, yaitu :
Generasi 1. Rekayasa genetik tanaman pada
generasi 1 bertujuan untuk mengembangkan tanaman yang tahan terhadap herbisida,
hama dan patogen (bakteri, cendawan dan virus). Dengan adanya tanaman
transgenik ini, pengendalian OPT (gulma, hama dan patogen) menjadi lebih mudah
dan efektif. Selain untuk meningkatkan produksi, tanaman transgenik tahan OPT
ini dapat menekan penggunaan pestisida sehingga akan mengurangi biaya produksi,
meningkatan kesehatan konsumen dan menjaga kelestarian lingkungan.
Keberhasilan perakitan varietas tahan didukung oleh kemajuan dalam
pemahaman mengenai interaksi inang-patogen. Pemahaman interaksi inang-patogen
memungkinkan kita untuk mengembangkan sejumlah alternatif dan strategi dalam
perakitan varietas tahan. Pemahaman tersebut meliputi berbagai tahap dalam
interaksi inang-patogen, yaitu pengenalan inang-patogen, respon hipersensitif,
respon ketahanan local, hingga respon keahanan sistemik (SAR). Dalam beberapa
dekade, telah banyak teridentifikasi gen-gen resistensi yang terlibat dalam
pengenalan patogen, lintasan signal ketahanan, dan senyawa-senyawa anti
mikroba.
Generasi 2. Pengembangan tanaman transgenik pada
generasi 2 bertujuan untuk meningkatkan hasil produksi melalui peningkatan
toleransi terhadap cekaman abiotik (garam, suhu, atau kekeringan) dan untuk
meningkatkan nilai gizi dari tanaman (misalnya Goden rice yang mengandung beta
karoten lebih tinggi).
Generasi 3. Tanaman transgenik generasi 3
diarahkan untuk molecular farming (plant biopharming),
yaitu tanaman yang menghasilkan bahan-bahan untuk farmasi seperti vaksin dan
obat. Bahan farmasi tersebut dapat digunakan setelah diekstrak dari tanamannya
atau dapat pula digunakan dengan mengkonsumsi langsung tanaman tersebut (edible
vaccines). Produksi bahan-bahan farmasi dengan molecular farming dapat
menekan biaya produksi sehingga harga produk farmasi dapat lebih terjangkau.
Pengembangan tanaman transgenik tidak secepat pengembangan organisme
transgenik lain seperti mikroba dan hewan. Tanaman transgenik dikembangkan
berdasarkan success story dalam pengembangan mikroba dan hewan
transgenik. Pengembangan tanaman transgenik baru dimulai awal tahun 1980-an,
sedangkan pada mikroba dan hewan telah dimulai awal tahun 1970-an.
Uji lapang tanaman transgenik dilakukan pertama kali di Perancis dan USA
tahun 1986, yaitu tanaman tembakau yang tahan terhadap herbisida. Negara China
(RRC) merupakan negara pertama yang mengkomersialkan tanaman transgenik, yaitu
tembakau tahan virus pada tahun 1992. Calgene pada tahun 1994 melepas tomat
Flavr Savr yang menghasilkan ethilen sangat rendah sehingga memiliki daya
simpan (shelf life) lebih lama. Pada tahun yang sama Uni Eropa
menerima komersialisasi transgenik pertama yaitu tembakau yang tahan herbisida
bromoxynil. Tahun 1995, kentang transgenik Bt diakui oleh Environmental
Protection Agency sebagai tanaman penghasil pestisida yang aman digunakan di
USA. Penggunaan tanaman transgenik berkembang sangat pesat pada tahun 2000-an.
Pada tahun 2009, tercatat 11 tanaman transgenik ditanam secara komersial di 25
negara dengan penananaman terluas terdapat di negara USA, Brazil, Argentina,
India, Canada, China, Paraguay dan Afrika Selatan.
TAHAPAN DALAM REKAYASA GENETIKA TANAMAN
Perakitan tanaman transgenik melalui rekayasa genetika meliputi beberapa
tahap kegiatan, yaitu :
·
Isolasi gen yang akan ditransfer
·
Konstruksi DNA (menyisipkan gen tersebut
ke dalam vektor yang memiliki promoter, terminator dan penanda genetik)
·
Transformasi (menyisipkan vektor yang
telah membawa gen yang akan ditransfer ke dalam sel inang)
·
Seleksi transforman (sel yang mengandung
gen yang ditransfer)
·
Regenerasi sel transforman menjadi tanaman
utuh, dan
·
Konfirmasi keberadaaan gen yang diinginkan
di dalam tanaman.
Gen yang membawa sifat yang diinginkan, misalnya ketahanan terhadap patogen
yang akan ditransfer ke dalam tanaman harus dipilih dan diisolasi terlebih
dahulu dari sumbernya (tanaman tahan, serangga, hewan, manusia). Untuk gen-gen
yang sudah banyak dipelajari sebelumnya, gen tersebut kadangkala dapat
diperoleh dari pustaka genetik (bank gen). Gen tersebut dapat juga dibuat
secara sintetik (artificially synthesized) bila gen tersebut
sudah diketahui sequence-nya.
Setelah diperoleh gen pembawa sifat yang diinginkan, gen tersebut
disisipkan ke vektor (biasanya plasmid) untuk membantu memasukkannya ke sel
inang. Namun agar gen tersebut dapat bekerja pada inang, gen tersebut harus
dimodifikasi misalnya dengan menambahkan promotor dan terminator yang dapat
dikenali inang dan juga penanda genetik untuk membantu proses seleksi
transforman. Penanda genetik yang umum digunakan adalah gen ketahanan terhadap
antibiotik tertentu, seperti kanamicin dan ampicilin. Konstruksi DNA ini
dilakukan dengan teknik DNA rekombinan seperti pemotongan DNA (restriction
digests), ligasi, dan molecular cloning.
Proses transformasi secara alami memiliki frekuensi sangat rendah. Hanya
sekitar 1% bakteri yang mampu melakukan transformasi alami, yaitu terutama
untuk bakteri gram positif. Transformasi DNA hasil kontruksi ke dalam sel inang
dapat diinduksi dengan beberapa teknik seperti kejut panas (heat shock),
kejut listrik (electric shock) dan electroporation untuk
meningkatkan permeabilitas membran sel, microinjection dan biolistic
(particle gun) untuk mengijeksikan DNA secara langsung ke dalam inti
sel, dan vektor seperti virus dan Ti-plasmid. Namun karena kerusakan sel dan
DNA yang diakibatkannya, maka teknik biolistic dan electroporation
memiliki efisiensi transformasi yang lebih rendah dibandingkan dengan
transformasi menggunakan Ti-plasmid dan microinjection.
Tidak semua sel yang ditansformasi dapat menerima gen yang akan ditansfer,
sehingga perlu dilakukan seleksi menggunakan penanda genetik yang disisipkan
bersama gen yang diinginkan tersebut. Untuk gen yang membawa resistensi
terhadap antibiotik, seleksi dapat dilakukan dengan menumbuhkan sel pada media
yang mengandung antibiotik tersebut. Seleksi dapat juga dilakukan menggunakan
DNA probe (DNA-DNA hibridisasi). Penanda genetik ini selanjutnya harus
dihilangkan dari sel transforman melalui beberapa teknik.
Sel transforman yang mengandung gen yang diinginkan harus ditumbuhkan dan
dikembangkan menjadi tanaman melalui teknik kultur jaringan. Masing-masing
tanaman memiliki kebutuhan yang berbeda-beda untuk dapat tumbuh dan berkembang
pada media kultur jaringan. Tanaman yang berkembang dari sel transforman akan
memiliki transgene di dalam setiap selnya. Selanjutnya dilakukan konfirmasi
dengan teknik PCR, Southern Blots and Bioassays untuk memverifikasi
bahwa gen dalam tanaman dapat diekspresikan dengan baik. Tanaman transgenik
juga diuji untuk menjamin bahwa sifat yang ditransfer tersebut dapat
diturunkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar