Deteksi bakteri patogen tumbuhan dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu : visual (konvensional), teknik serologi (reaksi antigen-antibodi) dan teknik molekuler berbasis DNA. Ketiga teknik tersebut dapat digunakan untuk bakteri yang dapat dikulturkan (culturable) maupun yang tidak dapat dikulturkan (unculturable), kecuali untuk isolasi patogen yang merupakan bagian dari deteksi visual.
1. Deteksi secara VISUAL (KONVENSIONAL) dilakukan dengan gejala penyakit, tanda penyakit, dan isolasi patogen.
a. Gejala penyakit. Gejala penyakit tumbuhan, secara garis besar bedakan menjadi : bercak daun, tumor dan gall, nekrosis dan kanker, layu (vascular diseases), dan busuk. Dari gejala penyakit dapat diperkirakan penyebab penyakitnya faktor virulensi yang terlibat. Suatu patogen sering menimbulkan gejala penyakit yang bersifat khas, misalnya Agrobacterium tumefaciens menyebabkan crown gall. Namun, beberapa patogen dapat menyebabkan gejala penyakit yang sama. Selain itu, bakteri dapat menimbulkan infeksi laten sehingga tidak menimbulkan gejala yang dapat diamati. Oleh karena itu, deteksi berdasarkan gejala hanya merupakan deteksi awal/pendahuluan (preliminary/presumptive) dan bukan teknik diagnositik yang handal.
b. Tanda penyakit. Tanda penyakit merupakan bagian dari patogen yang dapat ditemukan pada bagian tanaman yang sakit, misalnya massa (oose) bakteri maupun sel bakteri bila dilihat dengan mikroskop. Namun bakteri yang dapat ditemukan pada bagian tanaman yang sakit belum tentu merupakan penyebab (primer) penyakit.
c. Isolasi patogen. Patogen selalu berasosiasi dengan bagian tanaman yang sakit. Namun demikian isolasi hanya dapat dilakukan untuk patogen yang dapat dikulturkan. Isolasi dapat menggunakan media umum, media semi-selektif maupun media selektif. Teknik ini bersifat labour-intensive dan memakan waktu.
Gambar 1. Koloni bakteri Ralstonia solanacearum pada media TZCA : cembung, berlendir, berwarna putih dengan bagian tengah berwarna merah
2. Deteksi dengan TEKNIK SEROLOGI dilakukan berdasarkan reaksi antigen-antibodi. Metode yang dapat dilakukan antara lain uji presipitasi mikro tabung kapiler, gel-double diffusion test, immunoblot, enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), immuno-fluorescence (IF) dan pewarnaan immunofluorescence-colony (IFC). Keunggulan teknik serologi dibandingkan dengan teknik konvensional adalah : lebih cepat, sederhana, level deteksi lebih tinggi, dan memungkinkan untuk menskrining banyak sampel sekaligus dan automatis. Kelemahan dari teknik ini adalah adanya gangguan berupa reaksi silang (cross reaction) dari antiserum yang digunakan terhadap bakteri bukan sasaran (non target). Kendala ini diatasi dengan antibodi monoklonal atau antibodi poliklonal terhadap antigen spesifik.
Gambar 2. Prinsip teknik serologi dan reaksi silang dari antibodi poliklonal
3. Deteksi dengan TEKNIK MOLEKULER BERBASIS DNA/RNA seperti polimerase chain reaction (PCR) dan hibridization (blotting). Teknik PCR dapat dikembangkan lagi menjadi RAPD, AFLP, RFLP, dan sebagainya sedangkan hibridisasi dapat berupa DNA-DNA hibridisasi atau RNA/DNA hibridisasi. PCR merupakan polimerisasi DNA secara in vitro (buatan, artifisial) yang dicapai dengan siklus berulang denaturasi, annealing dan extension.
Faktor kunci dalam deteksi dengan PCR adalah penggunaan primer yang tepat. Meskipun memiliki spesifisitas yang sangat tinggi, deteksi dengan PCR juga dapat mengalami kegagalan karena :
a. Sekuen DNA target tidak ada di dalam sampel
b. Degradasi target DNA di dalam sampel
c. Penghambatan reaksi PCR di dalam sampel karena kesalahan kondisi PCR atau adanya senyawa inhibitor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar