Kamis, 21 Juli 2011

Bagaimana Patogen Menyerang Tanaman

Patogen menyerang tanaman karena membutuhkan senyawa yang dihasilkan oleh tanaman untuk kehidupannya. Patogen yang menginfeksi tanaman harus dapat masuk ke dalam tanaman, memanfaatkan senyawa nutrisi dan bertahan dari sistem pertahanan inang. Untuk mengambil senyawa dari tanaman, patogen harus mampu melewati penghalang fisik (kutikula, dinding sel). Kadangkala senyawa tanaman tersebut tersedia dalam bentuk yang tidak dapat dimanfaatkan secara langsung oleh patogen sehingga perlu dirombak dahulu agar dapat diserap dan dimanfaatkan oleh patogen. Tanaman memberikan respon terhadap kehadiran dan aktivitas patogen dengan membentuk sistem pertahanan baik berupa pertahanan struktural maupun pertahanan kimiawi. Patogen harus dapat mengatasi sistem pertahanan ini agar dapat tetap hidup dan mengambil makanan dari tanaman inangnya, baik dengan cara mekanis maupun kimiawi.


Menembus jaringan inang secara mekanis
Patogen tumbuhan umumnya tidak dapat melakukan penetrasi secara mekanis kecuali beberapa fungi, tanaman tingkat tinggi dan nematoda. Agar dapat mempenetrasi inang, patogen harus kontak dan menempel pada inang. Hifa fungi dan akar tanaman biasanya dikelilingi oleh senyawa yang lengket yang dapat menempel pada permukaan tanaman. Beberapa spora fungi membentuk struktur pelekatan (adhesion pad) saat kontak dengan inang yang lembab, kemudian spora mengeluarkan enzim cutinase dan cellulase untuk membantu pelekatannya. Spora dapat membawa adhesive substance untuk membantu pelekatan dengan inang.
Setelah kontak, spora akan berkecambah menjadi hifa dan membentuk apresorium yang membantu penempelan patogen secara kuat (fasten) pada inang. Dari apresorium muncul kapak penetrasi yang menembus dinding sel  tanaman. Pada beberapa fungi seperti Alternaria, Cochliobolus, Colletotrichum, Gaeumannomyces, Magnaporthe, dan Verticillium penetrasi hanya terjadi bila ada akumulasi melanin pada dinding sel apresorium. Melanin menghasilkan struktur yang keras dan memerangkap air di dalam apresorium sehingga memberi tekanan turgor yang tinggi pada apresorium untuk dapat menembus dinding sel tanaman. Semakin keras dinding sel, semakin sulit ditembus oleh kapak penetrasi. Penetrasi sering dibantu oleh enzim yang dihasilkan oleh patogen pada situs penetrasi untuk melemahkan penghalang fisik. Misalnya adalah embun tepung menghasilkan dua jenis selulase, satu pada ujung apresorium dan satu pada ujung tabung kecambah primer.
Nematoda mempenetrasi tanaman secara mekanis dengan stylet. Sekali memasuki tanaman, fungi dan nematoda umumnya menghasilkan enzim untuk melembutkan atau melarutkan dinding sel tanaman sehingga penetrasi menjadi lebih mudah. Kekuatan mekanis tidak hanya diperlukan oleh patogen untuk masuk ke dalam inang, tetapi juga untuk keluar dari jaringan tanaman sehingga menyebabkan kerusakan jaringan tanaman.

Senjata kimia patogen
Meskipun patogen masuk ke dalam sel tanaman secara mekanis, tetapi aktivitas patogen di dalam jaringan lebih banyak bersifat kimiawi. Senyawa kimia yang dihasilkan oleh patogen terdiri dari enzim, toksin, zat pengatur tumbuh (ZPT) dan polisakarida. Senyawa-senyawa ini merupakan faktor patogenisitas yang penting untuk menimbulkan penyakit yang berbeda antar patogen. Pada patogen penyebab busuk lunak senyawa enzim lebih penting, sedangkan untuk penyebab tumor ZPT lebih penting. Beberapa patogen juga dapat menghasilkan senyawa yang menghambat respon ketahanan inang.
Hampir semua patogen kecuali virus dan viroid menghasilkan enzim, toksin, ZPT dan polisakarida. Produksi senyawa ini dapat bersifat constitutive dan dapat pula inducible. Namun demikian, keberadaan atau jumlah senyawa yang dihasilkan tidak selalu menjadi ukuran kemampuan patogen untuk menimbulkan penyakit. Secara umum, enzim patogen akan memecah struktur komponen dinding sel dan senyawa tanaman. Toksin  lebih bersifat mempengaruhi komponen membran dan protoplas secara langsung. ZPT mempengaruhi (menekan atau meningkatkan) pertumbuhan tanaman, sedangkan polisakarida berperan dalam hanya pada penyakit pembuluh yang mengganggu translokasi air pada tanaman.
ENZIM.  Permukaan tanaman  bagian atas (tajuk) tersusun atas kutikula dan atau selulosa, sedangkan bagian akar hanya tersusun atas selulosa. Kutikula terutama tersusun dari kutin dan sering dilapisi oleh lilin. Di bawah lapisan kutin terdapat pektin dan lamella selulosa, dan di bawahnya lagi terdapat pektin dan yang paling bawah adalah selulosa (Gambar 1).


Gambar 1.   Skematik struktur dan kompoisis kutikula dan dinding sel epidermis daun tanaman

Lapisan lilin pada tanaman mempengaruhi tingkat kolonisasi patogen. Beberapa patogen seperti Puccinia hordei menghasilkan enzim yang dapat mendegradasi lilin, sedangkan fungi patogen lain dapat menembus lapisan lilin hanya dengan kekuatan mekanis. Kutin merupakan komponen utama kutikula. Banyak fungi dan beberapa bakteri memproduksi kutinase dan/atau esterase yang dapat mendegradasi kutin. Kutinase memecah kutin menjadi monomer atau oligomer asam lemak penyusunnya. Kutinase ditemukan di ujung tabung kecambah dan kapak penetrasi pada apresorium fungi patogen. Hal ini menunjukkan bahwa kutinase berperan dalam penetrasi sel inang oleh patogen. Patogen yang memproduksi kutinase lebih bersifat virulen dibandingkan yang tidak memproduksi kutinase.
Produksi kutinase dapat ditingkatkan oleh beberapa asam lemak yang ada pada lapisan lilin yang berikatan dengan kutin pada kutikula. Namun demikian keberadaan glukosa menekan ekspresi gen kutinase sehingga menurunkan tingkat produksi kutinase. Kutinase dapat dihambat oleh senyawa inhibitor spesifik atau antibodi pada permukaan tanaman, misalnya senyawa fenolik seperti chlorogenic dan caffeic acids yang dapat menghambat kutinase fungi Monilinia fructicola penyebab busuk coklat pada stone fruit. Antibodi antilipase dapat menghambat penetrasi fungi Botrytis cinerea yang menghasilkan dua enzim pendegradasi cutin yaitu cutinase dan lipase.
Patogen menghasilkan enzim yang dapat mendegradasi pektin (pectolytic enzim, pectinase) yaitu pectin methylesterase, polygalacturonase, dan pectin lyase. Pectin methylesterase memotong gugus metil pada cabang rantai pektin sehingga rantai pektin lebih mudah dipotong oleh polygalacturonase dan pectin lyase. Kedua enzim ini dapat bersifat sebagai endopectinase (memotong di sembarang tempat dalam rantai pektin menghasilkan rantai yang lebih pendek) atau exopectinase (memotong rantai pektin pada ujungnya melepaskan satu unit galacturonan. Patogen secara constitutive menghasilkan pectinase dalam tingkat yang rendah. Apabila di lingkungan terdapat pektin maka akan dihasilkan monomer, dimer atau oligomer galacturonan. Galcturonan ini bila masuk ke dalam sel patogen akan berfungsi sebagai inducer (substrate inducer) untuk meningkat produksi pectinase sehingga dihasilkan lebih banyak lagi galacturonan. Konsentrasi galacturonan yang terlalu tinggi akan menekan (catabolite repressor) produksi enzim pectinase.
Pada tanaman yang resisten, senyawa pektin yang dihasilkan oleh pectinase berperan sebagai elicitor yang mengaktifkan sistem pertahanan inang. Pectinase terutama dihasilkan oleh patogen penyebab busuk lunak (soft rot) seperti Erwinia carotovora. Pectinase dihasilkan oleh bakteri Ralstonia solanacearum penyebab penyakit layu pada Solanaceae, fungi Didymella bryoniae penyebab busuk hitam pada cantaloupe, Colletotrichum penyebab antraknosa, dan nematoda Meloidogyne javanica penyebab bintil akar. Pectinase menyebabkan maserasi sel karena hilangnya ikatan antar sel, namun mekanisme bagaimana enzim ini mematikan sel belum sepenuhnya diketahui.
Selulosa merupakan polisakarida penyusun dinding sel tanaman yang terbentuk dari rantai glukosa dengan ikatan (1-4)β glukan. Beberapa fungi, bakteri, nematoda patogen dan tanaman parasit menghasilkan selulase. Selulase menyebabkan disintegrasi dinding sel, dan membantu penetrasi dan invasi patogen di dalam inang. Hasil akhir dari pemecahan selulosa adalah molekul glukosa sehingga secara tidak langsung selulase berperan dalam perkembangan penyakit karena menyediakan gula sebagai makanan patogen.
Dinding sel tanaman juga tersusun atas hemiselulosa (ikatan silang glycan, cross-linking glycan) yang merupakan komplek campuran polisakarida. Cross-linking glycan merupakan penyusun utama dinding sel primer, dan terdapat pada lamela tengah dan dinding sel sekunder dengan proporsi yang bervariasi. Beberapa fungi patogen tumbuhan menghasilkan hemiselulase, yaitu xylanase, galactanase, glucanase, arabinase, mannase, dan sebagainya tergantung pada monomer yang dilepaskan saat pemecahan rantai hemiselulosa. Perombakan hemiselulosa secara non-enzimatik juga terjadi oleh senyawa oksidatif (activated oxygen, hydroxyl, dsb).
Suberin merupakan penyusun jaringan tanaman yang ada di dalam tanah seperti akar, umbi, stolon dan lapisan periderm seperti lapisan gabus (cork) dan kulit kayu (bark). Suberin juga dibentuk sebagai respon tanaman saat luka dan respon serangan patogen. Suberin tersusun atas lapisan polyalipatik (mengandung senyawa lemak dan asam lemak) yang terletak di antara dinding sel primer dan plasmalema dan lapisan polyaromatik (mengandung turunan hydroxycinnamic acid dan senyawa fenol) yang terletak di dinding sel. Saat ini belum diketahui bagaimana patogen dapat memecah lapisan suberin ini.
Lignin ditemukan di lamela tengah dan dinding sel sekunder pada jaringan xylem dan serat untuk menguatkan tanaman. Hanya sedikit patogen (+ 500 fungi, kebanyakan basidiomycetes) yang dapat mendegradasi lignin. Kebanyakan dari fungi tersebut adalah penyebab akar putih (white rot fungi) yang menghasilkan satu atau lebih enzim ligninase. Beberapa patogen lainnya seperti ascomycetes, imperfect fungi dan bakteri memproduksi hanya sedikit enzim pendegradasi lignin.
Flavonoid merupakan senyawa fenolik yang terdapat pada seluruh jaringan tanaman terutama di vakuola dan terdapat dalam campuran komponen tunggal dan polimer pada kulit kayu dan heartwood. Senyawa ini memiliki fungsi yang beragam seperti sebagai molekul signal dalam interaksi mikroba – tanaman, anti mikroba (inhibitor atau toksik), dan menginduksi respon ketahanan inang (misalnya medicarpin). Pengikatan flavonoid dengan molekul gula dapat menetralkan toksisitas senyawa ini, namun mekanisme patogen untuk menetralkan atau memecah senyawa flavonoid masih sedikit diketahui.
Terdapat empat kelas struktural protein pada dinding sel tumbuhan. Tiga diantaranya mengandung asam amino yang tinggi, yaitu hydroxyproline-rich glycoprotein (HRGP), proline-rich protein (PRP), dan glycine-rich protein (GRP), sedangkan yang keempat adalah arabinogalactan proteins (AGP). Masing-masing kelas protein ini dikendalikan oleh multigen yang besar. Kelompok protein dinding sel lainnya adalah lecitin yang terikat pada molekul gula spesifik. Peran dari masing-masing kelas protein ini belum jelas tetapi diduga berperan dalam respon ketahanan inang yang terinduksi oleh elicitor patogen. Salah satu protein HRGP adalah extensin. Protein ini akan meningkat komposisinya menjadi 5-15% (normalnya hanya 0,5%) apabila tanaman diinfeksi oleh fungi dan meningkatkan kekakuan dinding sel.

Degradasi enzimatik senyawa-senyawa di dalam dinding sel
Patogen memperoleh nutrisi dari protoplasma tanaman. Beberapa dari nutrisi tersebut seperti asam amino dan gula berjumlah sangat sedikit untuk di serap secara langsung oleh patogen. Oleh karena itu, patogen perlu mendegradasi komponen penyusun sel seperti pati, protein, dan lemak untuk mendapatkan nutrisi yang diperlukan. Patogen menghasilkan protease atau proteinase, kadang-kadang juga peptidase untuk mendegradasi protein dari tanaman (enzim, struktural protein). Degradasi protein tanaman secara nyata akan mempengaruhi organisasi dan fungsi sel tanaman. Namun perannya dalam perkembangan penyakit masih belum diketahui.
Pati merupakan cadangan utama polisakarida di dalam tanaman yang ditemukan di kloroplas dan amiloplas. Pati merupakan polimer glukosa yang terdiri dari dua bentuk yaitu amilosa (molekul linear) dan amilopektin (molekul bercabang dengan panjang rantai yang beragam). Patogen menghasilkan amilase untuk mendegradasi menjadi glukosa dan memanfaatkannya secara langsung.
Berbagai tipe lipid terdapat pada tanaman, dua yang paling penting adalah phospholipids dan glycolipids yang merupakan penyusun membran sel. Minyak dan lemak ditemukan terutama pada biji sebagai cadangan energi. Lipid lilin terdapat di sel-sel epidermis tajuk tanaman. Beberapa fungi, bakteri dan nematoda memproduksi enzim pendegradasi lipid (lipolytic) yaitu lipase dan phospholipase. Degradasi lipid menghasilkan asam lipid yang dapat digunakan secara langsung oleh patogen. Namun beberapa asam lipid tersebut dapat berperan sebagai molekul signal dalam respon ketahanan dan ada yang bersifat antimikroba yang menghambat patogen secara langsung.

TOKSIN. Patogen tumbuhan menghasilkan toksin yang dapat mengganggu proses metabolisme dan fisiologis tanaman. Toksin bekerja langsung pada protoplas dan menyebabkan kerusakan serius atau menyebabkan kematian sel tanaman. Banyak toksin memiliki bentuk yang beragam dengan potensi yang bervariasi. Beberapa toksin bersifat tidak stabil atau bekerja secara cepat dan terikat dengan kuat pada situs spesifik pada sel tanaman. Toksin merusak sel dengan cara mempengaruhi permeabilitas membran atau dengan menginaktivasi/menghambat kerja enzim yang akan menghentikan reaksi enzimatik. Toksin-toksin tertentu berperan sebagai anti metabolit dan menginduksi kekurangan faktor pertumbuhan esesial bagi tumbuhan.
Toksin ada yang bersifat general (beracun bagi banyak tanaman dari berbagai spesies dan family) dan ada yang bersifat spesifik (beracun hanya untuk beberapa spesies/varietas tanaman tetapi tidak beracun untuk tanaman lainnya).  Toksin yang bersifat umum disebut nonhost-specific atau nonhost-selective toxins. Toksin ini meningkatkan virulensi patogen tetapi tidak menentukan patogenisitas patogen (kemampuan patogen untuk menimbulkan penyakit). Contoh toksin yang bersifat general adalah tabtoxin, phaseolotoxin, tagetitoxin, dan cercosporin.
Tabtoxin diproduksi oleh Pseudomonas syringae pv. tabaci penyebab layu (wildfire) tembakau. Toksin ini tersusun dari dua peptida threonine dan tabtoxinine. Dalam bentuk dipeptida, tabtoxin tidak bersifat toksik, tetapi di dalam sel tabtoxin akan mengalami hidrolisa dan menghasilkan tabtoxinine dan threonine yang bersifat toksik. Tabtoxinine menginaktivasi enzim glutamine synthetase sehingga sel mengakumulasi senyawa amonia yang bersifat racun. Threonin menyebabkan kerusakan membran thylakoid pada kloroplas sehingga menyebabkan klorosis dan nekrosis. Tabtoxin mengurangi kemampuan tanaman untuk melakukan respon terhadap infeksi bakteri patogen tersebut.
Phaseolotoxin diproduksi oleh Pseudomonas syringae pv. phaseolicola penyebab hawar berhalo (halo blight) kacang panjang dan beberapa legume lain. Phaseolotoxin merupakan modifikasi dari tripeptida ornithine–alanine–arginine yang membawa gugus phosphosulfinyl. Setelah masuk ke dalam sel tanaman, tripeptida ini dipecah menjadi arginine, alanine, dan phosphosulfinylornithine. Senyawa terakhir (phosphosulfinylornithine) memiliki sifat toksin. Phaseolotoxin menginaktifkan enzim ornithine carbamoyltransferase yang mengubah ornithine menjadi citrulline, suatu precursor dari arginine. Phaseolotoxin juga menghambat biosintesis nukleotida pirimidin, mengurangi aktivitas ribosom, mengganggu sintesis lipid, mengubah permeabilitas membran dan menghasilkan akumulasi butir pati di kloroplas. Phaseolotoxin berperan sebagai faktor virulensi yang utama bagi patogen dengan mengganggu atau merusak ketahanan inang tidak hanya terhadap halo blight tetapi juga beberapa fungi, bakteri dan virus lain.
Tentoxin diproduksi oleh Alternaria alternata (dulu bernama A. tenuis) penyebab bercak dan klorosis pada banyak spesies tanaman. Toksin ini merupakan tetrapeptida siklik yang mengikat dan menginaktifkan protein (chloroplast-coupling factor) yang terlibat dalam transfer energi ke kloroplas. Toksin ini juga menghambat fosforilasi ADP menjadi ATP. Pada tanaman yang rentan, tentoxin dapat mengganggu sintesis kloroplas dan menghambat aktivitas polyphenol oxidases, enzim yang terlibat dalam beberapa mekanisme pertahanan tanaman sehingga meningkatkan virulensi patogen.
Cercosporin diproduksi oleh Cercospora dan beberapa fungi tertentu yang menyebabkan bercak dan hawar daun pada beberapa spesies tanaman. Cercosporin merupakan toksin yang unik, diaktifkan oleh cahaya dan bersifat toksik karena menghasilkan activated oxygen species, terutama oksigen tunggal. Activated oxygen species kemudian bereaksi dengan lipid, protein dan asam nukleat dari sel tanaman yang menyebabkan kerusakan dan kematian sel serta meningkatkan virulensi patogen. Fungi memproduksi pyridoxine (vitamin B6) yang dapat berikatan dengan atom aksigen tunggal dan menetralkannya.
Toksin lain yang bersifat general adalah fumaric acid yang dihasilkan oleh  Rhizopus spp. penyebab busuk akar almond; oxalic acid diproduksi oleh Sclerotium dan Sclerotinia spp. pada berbagai tanaman dan dihasilkan juga oleh Cryphonectria parasitica penyebab hawar chestnut; alternaric acid, alternariol, dan zinniol diproduksi oleh Alternaria spp. penyebab bercak daun pada berbagai tanaman; ceratoulmin dihasilkan oleh Ophiostoma ulmi penyebab penyakit pohon elm; fusicoccin diproduksi oleh Fusicoccum amygdali penyebab hawar pada pohon almond dan peach; ophiobolins diproduksi oleh beberapa Cochliobolus spp. Fungi patogen pada benih juga menghasilkan toksin general, seperti pyricularin yang diproduksi oleh Pyricularia grisea penyebab blast pada padi; fusaric acid dan lycomarasmin yang dihasilkan oleh Fusarium oxysporum pada layu tomat.
Toksin general yang dihasilkan oleh bakteri diantaranya adalah coronatine yang dihasilkan oleh P. syringae pv. atropurpurea; syringomycin dihasilkan oleh P. syringae pv. syringae penyebab bercak daun pada banyak tanaman; syringotoxin dihasilkan oleh P. syringae pv. syringae pada jeruk; dan tagetitoxin yang dihasilkan oleh P. syringae pv. tagetis penyebab bercak daun marigold. Satu famili toksin yang penting untuk patogenisitas adalah thaxtomins yang diproduksi oleh Streptomyces penyebab busuk akar dan umbi. Thaxtomins menyebabkan hypertrophy dan/atau bantut pada bibit (seedling) karena gangguan terhadap perkembangan dinding sel dan kemampuan sel untuk melakukan pembelahan.
Selain toksin yang bersifat general (nonhost specific) ada juga toksin yang bersifat host specific atau host selective. Beberapa toksin spesifik inang adalah victorin (HV toxin), T toxin, HC toxin, dan Alternaria alternata toxin. Polisakarida dari bakteri tertentu seperti Pseudomonas dan Xanthomonas juga bersifat spesifik inang.
Victorin (HV toxin) merupakan pentapeptida siklik yang dihasilkan oleh Cochliobolus (Helminthosporium) victoriae penyebab hawar daun pada oat varietas Victoria. Toksin ini mengikat beberapa protein pada membran plasma sebagai target utamanya. Situs aktivitas victorin adalah kompleks glycine decarboxylate yang merupakan komponen kunci dalam siklus fotorespirasi. Toksin ini menyebabkan perubahan struktur membran sel, sel kehilangan elektrolit, meningkatnya respirasi, dan menurunnya pertumbuhan dan sintesis protein. Ada indikasi bahwa victorin dapat berfungsi sebagai elicitor yang menginduksi inang untuk melakukan respon hipersensitif (HR) dan kematian sel terprogram (PCD).
T toxin diproduksi oleh Cochliobolus (Helminthosporium) heterostrophus ras T (Bipolaris maydis) penyebab hawar daun jagung. T toxin tidak diperlukan untuk patogenisitas, tetapi untuk meningkatkan virulensi patogen. Toksin ini menyerang mitokondria dan menghambat sintesis ATP. T toxin berikatan dengan protein reseptor spesifik (URF13) yang terletak pada bagian dalam membran mitokondria dan membentuk pori sehingga mitokondria kehilangan integritas membrannya.
HC toxin dihasilkan oleh Cochliobolus (Helminthosporium) carbonum ras 1 (Bipolaris zeicola) penyebab bercak daun dan busuk tongkol (ear rot) jagung. Mekanisme toksin ini dalam menimbulkan penyakit belum diketahui. Tanaman jagung yang memiliki gen penyandi HC toxin reductase bersifat resisten terhadap toksin tersebut. HC toxin mungkin bukan toksin, tetapi lebih sebagai faktor virulensi yang menghambat inisiasi ekspresi gen dalam pembentukan respon ketahanan tanaman.
Beberapa pathotype Alternaria alternata menghasilkan senyawa yang bersifat toksin hanya pada inangnya sesuai masing-masing pathotype. Toksin tersebut adalah AK toxin pada bercak hitam buah Japanese pear, AAL toxin penyebab kanker batang tomat, AF toxin pada strawberry, AM toxin pada apel, ACT toxin pada asam, ACL pada rough lemon, dan HS toxin pada tebu. Sebagai contoh adalah AM toxin yang dihasilkan oleh A. alternata pathotype apel (dulu dikenal dengan A. mali) penyebab leaf blotch (bercak daun) apel. AM toxin merupakan depsipeptida siklik dan ada dalam tiga bentuk. Varietas yang resisten dapat mentolerir (tidak menimbulkan gejala) toksin ini 10.000 kali konsentrasi toksik pada varietas rentan. AM toxin menyebabkan sel membentuk invaginasi sehingga sel kehilangan elektrolit. Efek toksin mulanya terjadi di antara dinding sel dan membran plasma. AM toxin juga menyebabkan klorosis yang menandakan terdapat situs bekerja yang lain.
Toksin spesifik inang yang lain adalah peritoxin (PC toxin) yang dihasilkan oleh Periconia circinata penyebab busuk (akar) gandum, PM toxin (T toxin) yang dihasilkan oleh Mycosphaerella (Phyllosticta) zeae-maydis, Ptr toxin yang dihasilkan oleh Pyrenophora tritici-repentis penyebab bercak tan pada gandum, CC toxin yang diproduksi oleh Corynespora cassiicola pada tomat, SV toxin dihasilkan oleh Stemphylium vesicarium pada pear, destruxin B yang dihasilkan oleh A. brassicae pada tanaman kubis-kubisan. Toksin lain dihasilkan oleh fungi Hypoxylon mammatum pada poplar dan Perenophora teres pada barley yang lebih bersifat spesifik spesies daripada spesifik inang.

ZAT PENGATUR TUMBUH. ZPT yang paling penting adalah auxin, gibberellin, dan cytokinin, sedangkan senyawa lain seperti ethylene dan growth inhibitor berperan penting dalam pengaturan hidup tanaman. Konsentrasi ZPT di dalam tanaman tidak konstan dan sangat fluktuatif. ZPT bekerja dengan cara meningkatkan sintesis mRNA sehingga dihasilkan enzim spesifik yang mengatur biokimia dan fisiologi tanaman. Patogen dapat menghasilkan ZPT yang sama dan dapat juga berbeda dengan yang dihasilkan tanaman.
Patogen dapat menyebabkan ketidakseimbangan hormon di dalam tanaman baik dengan menghasilkan hormon atau dengan mengganggu pengaturan sekresi hormon tanaman. Ketidakseimbangan hormon ini menyebabkan tanaman mengalami pertumbuhan yang abnormal seperti kerdil (stunting, rosetting), pertumbuhan berlebih (overgrowth), perakaran yang sangat banyak, salah bentuk (malformasi), epinasty daun, defoliation (gugur ?) dan tertekannya tunas tumbuh.
Auxin alami pada tanaman adalah indole-3-acetic acid (IAA). Hormon ini diproduksi secara terus-menerus dalam jaringan tanaman yang sedang tumbuh dan cepat ditranslokasikan daun muda ke daun yang lebih tua. IAA secara konstan didedgradasi oleh IAA oxidase. IAA dibutuhkan untuk pemanjangan dan diferensiasi sel, mempengaruhi permeabilitas membran, meningkatkan respirasi, meningkatkan sintesis mRNA dan protein. Beberapa patogen dapat meningkatkan IAA tetapi ada pula yang menurunkan tingkat IAA pada tanaman. Beberapa patogen yang menyebabkan meningkatnya IAA adalah Exobasidium azaleae penyebab tumor pada daun dan bunga azalea, Plasmodiophora brassicae penyebab akar gada kubis, A. tumefaciens penyebab crown gall, Ustilago maydis penyebab corn smut, Gymnosporangium juniperi-virginianae penyebab karat aple, Fusarium oxysporum f.sp cubense penyebab layu pisang dan nematode Meloidogyne sp. penyebab bintil akar. Beberapa bakteri penghasil IAA adalah Ralstonia solanacearum penyebab layu pada solanaceae, Pseudomonas savastanoi penyebab knot pada olive dan oleander, Rhodococcus fascians penyebab leafy gall.
Gibberellin merupakan komponen dari tumbuhan dan dihasilkan oleh beberapa mikroba. Gibberellin pertama kali diisolasi dari patogen Gibberella fujikuroi penyebab foolish seedling pada padi. Salah satu bentuk gibberellin yang paling dikenal adalah gibberellic acid. Gibberellin merangsang pembungaan dan meningkatkan pemanjangan sel pada batang, akar dan buah. Gibberellin menginduksi pembentukan IAA dan bekerja secara sinergis. Hormon ini sepertinya mengaktifkan kembali gen-gen yang sudah diinaktifkan. Aplikasi gibberellin dapat menghilangkan gejala bantut (kerdil) yang disebabkan oleh patogen.
Cytokinin merupakan hormon yang penting untuk pemanjangan dan diferensiasi sel. Hormon ini menghambat pemecahan protein dan asam nukleat sehingga menunda senesence dan dapat mengarahkan asam amino dan nutrisi lain ke bagian tanaman yang konsentrasi cytokinin-nya tinggi. Beberapa senyawa cytokinin adalah kinetin dari ikan hering, zeatin dan isopentenyl adenosine (IPA) dari tumbuhan. Cytokinin bekerja dengan mencegah matinya gen dan mengaktifkan kembali (turn on) gen-gen yang telah mati. Cytokinin patogen berperan dalam membentuk tumor (gall) pada inang yang terinfeksi bakteri, sapu setan (witches broom) oleh fungi dan mollicute, dan diduga terkait dengan green island pada infeksi virus. Aplikasi cytokinin sebelum atau segera sesudah inokulasi virus dapat mengurangi jumlah infeksi dan menekan multiplikasi virus pada tanaman terinfeksi.
Tanaman menghasilkan ethylene secara alami dan menyebabkan berbagai efek seperti klorosis, absisi daun, epinasty, stimulasi akar adventif, dan pematangan buah. Etilen meningkatkan permeabilitas membran sel. Peningkatan produksi etilen pada jaringan terinfeksi sering diikuti dengan pembentukan phytoalexin dan peningkatan sintesis atau aktivitas beberapa enzim atau senyawa signal yang meningkatkan ketahanan tanaman. Etilen diproduksi oleh beberapa fungi dan bakteri patogen. Infeksi Ralstonia solanacearum pada pisang meningkatkan etilen di dalam tanaman secara proporsional dengan menguningnya daun secara prematur. Pada penyakit layu, etilen juga terlibat dalam gejala epinasty dan gugurnya daun secara prematur pada beberapa penyakit tanaman. Pada layu Verticillium tomat kehadiran etilen pada waktu infeksi dapat menghambat perkembangan penyakit, namun bila etilen ada setelah infeksi dapat meningkatkan perkembangan penyakit.

POLISAKARIDA.  Fungi, bakteri, nematoda dan patogen lain secara konstan memproduksi senyawa lendir yang melapisi “badan”nya. Eksopolisakarida pada beberapa patogen penting untuk menimbulkan gejala penyakit baik secara langsung dengan menginduksi gejala maupun secara tidak langsung dengan meningkatkan kolonisasi dan kemampuan hidup patogen. Polisakarida berperan penting pada penyakit layu yang disebabkan oleh patogen yang menginvasi jaringan pembuluh. Polisakarida pada jaringan xylem akan memblokir jaringan dan menyebabkan layu.

Detoksifikasi molekul antimikroba berberat molekul rendah
Tanaman mengandung molekul antimikroba atau memproduksinya sebagai respon terhadap infeksi patogen. Beberapa diantaranya diproduksi secara constitutive, misalnya saponin, avenacin dan tomatine. Saponin merupakan glycosylated triterpenoid atau steroid alkaloid yang bersifat antifungi dengan membentuk pori pada membran sel fungi. Avenacin diproduksi oleh tanaman oat di akar dan daun. Gaeumannomyces graminis f. sp. avenae menghasilkan enzim avenacinase, dan  Stagonospora avenae menghasilkan tiga enzim yang dapat mendtoksifikasi avenacin sehingga dapat menginfeksi oat. Saponin lain adalah tomatine yang terdapat pada tanaman tomat. Septoria lycopersici menghasilkan tomatinase sedangkan Botrytis cinerea menghasilkan senyawa untuk detoksifikasi tomatine.

Peningkatan virulensi bakteri oleh gen avr
Gen avr bakteri menyandikan molekul yang dikenali oleh inang dan menimbulkan induksi respon pertahanan pada tanaman yang resisten. Avr protein memberikan peringatan pada inang bahwa ada patogen yang sedang menyerang. Pada tanaman rentan, Avr protein dapat meningkatkan pertumbuhan patogen dan perkembangan penyakit. Gen avr dapat memodifikasi lintasan pertahanan inang. Tidak adanya gen resisten (gen R) pada tanaman, gen avr berperan sebagai faktor virulensi yang meningkatkan pertumbuhan bakteri patogen dan menekan respon ketahanan inang. Gen avr yang berbeda meskipun dalam bakteri yang sama akan memberikan tingkat kerentanan tanaman atau keganasan patogen yang berbeda.

Peran sistem sekresi tipe III dalam patogenesis bakteri
Faktor utama patogenisitas dan virulensi pada bakteri adalah enzim seperti pectin lyase, cellulase, dan protease. Saat ini diketahui faktor (determinant) sekunder patogenisitas, yaitu gen-gen reaksi hipersensitif dan patogenisitas (gen hrp) yang menyandikan sistem sekresi tipe III untuk transportasi protein efektor patogen secara langsung ke dalam sel tanaman. Gen hrp merupakan cluster yang terdiri dari 20 gen, satu diantaranya menyandikan penyusun membran luar, dan yang lainnya menyandikan inti sistem sekresi, gen-gen pengatur (regulatory), harpin, Hrp-pilin, avirulence (avr) gen, dll. Pada Pseudomonas, Ralstonia, Xanthomonas dan Erwinia amylovora, gen hrp penting untuk virulensi dan menimbulkan respon hipersensitif.

Penghambat (suppressor) respon ketahanan inang
Patogen seperti Puccinia graminis f. sp. tritici dan Mycosphaerella pinodes menghasilkan faktor patogenisitasnya berupa senyawa suppressor yang menekan respon pertahanan inang. Suppressor dari P. graminis f. sp. tritici berikatan dengan membran plasma gandum sehingga menurunkan terikatnya elicitor (67-kDa glycoprotein) pada membran plasma dan menurunkan aktivitas phenylalanine lyase (PAL). Fungi M. pinodes menghasilkan dua jenis suppressor berupa glycopeptida, berikatan dengan elicitor untuk sintesis phytoalexin dan mengurangi aktivitas pemompaan proton pada membran sel ATPase. Fungi Claviceps purpurea menghasilkan enzim catalase untuk menetralkan H2O2 yang merupakan respon pertahanan pertama tanaman.
Faktor patogenisitas dan virulensi pada virus dan viroid
Faktor patogenisitas dan virulensi pada virus dan viroid hingga saat ini masih sedikit diketahui. Virus tidak memiliki gen untuk memproduksi enzim, toksin, ZPT dan senyawa biologi aktif lain yang dapat mempengaruhi sel tanaman. Virus memiliki gen dasar untuk patogenitas dan kehidupan virus, yaitu untuk infeksi, replikasi, pergerakan antar sel, perpindahan jarak jauh dalam tanaman, pemencaran antar tanaman, dan produksi protein selubung (CP). Selain untuk melindungi asam nukleat, CP merupakan faktor patogenisitas yang penting pada virus. CP berperan dalam replikasi (pengenalan inang, pembebasan asam nukleat), diseminasi virus (pergerakan virus antar sel, antar organ dan lewat vektor), dan modifikasi gejala. Protein lain adalah movement protein (MP) yang berperan dalam pergerakan virus antar sel atau melalui jaringan phloem dengan mengubah sifat plasmodesmata. Beberapa MP juga berperan untuk memblokir molekul pertahanan inang. Viroid dapat membentuk kompleks dengan protein tertentu dari inang yang membantunya masuk lewat plasmodesmata dan dengan lectin yang membantu viroid bergerak melalui phloem tanaman inang.

1 komentar: