Justifikasi
Pengembangan sistem produksi buah dengan memanfaatkan lahan pekarangan didasarkan pada beberapa pertimbangan berikut :
1. Ketersediaan lahan yang semakin sempit. Pengembangan pertanian memiliki tantangan dalam hal ketersediaan sumberdaya lahan yang semakin terbatas akibat persaingan yang semakin tinggi dengan sektor non pertanian dalam pemanfaatan lahan. Belum lagi adanya konversi lahan pertanian menjadi non pertanian menyebabkan lahan pertanian menjadi semakin sempit. Berkurangnya lahan pertanian karena konversi akan bersifat permanen terhadap turunnya produksi.
2. Semakin terbatasnya sumber air. Air merupakan sumberdaya yang utama dalam proses produksi pertanian. Semakin berkurangnya ketersediaan air untuk pertanian menyebabkan upaya pertanian menjadi tidak opimal, baik untuk pemanfaatan lahan maupun untuk pertumbuhan dan produksi tanaman.
3. Harga sarana produksi pertanian (saprotan) semakin mahal. Proses pertanian membutuhkan input produksi seperti bibit, pupuk, dan pestisida yang semakin waktu semakin mahal. Tidak hanya mahal, tetapi ketersediaan sarana produksi tersebut juga langka. Kelangkaan saprotan memiliki dampak yang tidak permanen terhadap penurunan produksi pertanian.
4. Sistem produksi monokultur dalam skala luas dapat menyebabkan berkurangnya keragaman organisme yang berakitbat pada terganggunya keseimbangan ekosistem. Hal ini memacu terjadinya ledakan (outbreak) serangan OPT.
Strategi
a. Pemilihan Komoditas
Tidak semua komoditas buah dapat dikembangkan melalui sistem produksi pekarangan. Pemilihan jenis tanaman buah yang tepat sangat penting untuk menentukan keberhasilan sistem produksi ini. Selain memiliki nilai ekonomi dan nilai gizi yang tinggi, beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih jenis buah yang akan dikembangkan adalah :
· Kesesuaian lahan dan agroklimat. Beberapa tanaman hanya dapat berbuah di dataran rendah dan tidak berbuah di dataran tinggi.
· Low input. Tanaman dengan kebutuhan input rendah agar tidak menjadi beban, tetapi diharapkan dapat meningkatkan gizi dan pendapatan bagi rumah tangga.
· Penanganan minimal. Sistem produksi pekarangan merupakan pekerjaan sampingan, sehingga hanya sedikit waktu yang dicurahkan untuk pemeliharaan komoditas yang dikembangkan.
· Masa produksi panjang. Tanaman dengan masa produksi panjang akan lebih baik karena dapat memberikan keuntungan lebih lama.
b. Pihak yang terlibat
Peningkatan produksi buah dengan sistem pekarangan melibatkan setidaknya tiga elemen, yaitu : rumah tangga, pemerintah dan pemasar (Gambar 1). Dengan demikian, selain untuk pemenuhan gizi rumah tangga, maka diharapkan pula terjadi peningkatan pendapatan rumah tangga.
Gambar 1. Skema sistem produksi buah di pekarangan
Peran rumah tangga
Rumah tangga merupakan pelaksana kegiatan yang berperan dalam proses produksi secara langsung. Rumah tangga tersebut sebaiknya berkelompok sehingga memudahkan dalam pembinaan. Selain itu dengan berkelompok, maka dapat diperoleh skala usaha minimal agar diperoleh efisiensi usaha.
Efisiensi usaha dalam berkelompok dapat diperoleh dalam pembelian saprodi, peminjaman alat dan mesin pertanian (alsintan), dan pengolahan hasil. Saprodi dengan jumlah minimal perlu diberikan kepada tanaman buah. Pembuatan kompos secara berkelompok dapat juga dilakukan untuk penambahan hara organic. Saat panen raya, hasil panen dapat diolah menjadi produk olahan skala rumah tangga, untuk kemudian dipasarkan secara bersama yang dikoordinir oleh kelompok tani (Dianawati dkk., 2009).
Peran kelompok tani tidak saja dalam mengkoordinir usaha produksi dan pengolahan saja, tetapi juga dapat ditingkatkan perannya dalam menjembatani kerjasama dengan pihak lain seperti dengan pemerintah dan pihak pemasar/investor. Informasi dari berbagai pihak baik teknologi maupun pasar dikoordinir oleh kelompok tani untuk kemudian disebarluaskan kepada seluruh anggota (Dianawati dkk., 2008).
Skala kelompok tani bervariasi tergantung kondisi di lapangan. Untuk daerah perkotaan atau pinggir perkotaan, skala usaha RW, dusun, atau kampung sudah cukup, sedangkan untuk daerah pedesaan, skala usaha dapat berupa satu desa atau lebih. Pemilihan komoditas unggulan untuk diusahakan bersama dalam satu desa atau kota (one village/city, one product) dapat meningkatkan efisiensi usaha dan menjadi iklan pemasaran yang murah. Sebagai contoh kota Depok sebagai kota belimbing, sehingga dikenal oleh-oleh belimbing baik berupa belimbing segar, maupun olahannya seperti jus, kripik, atau manisan.
Peran pemerintah
Pemerintah berkontribusi sebagai penyedia bibit dan teknologi. Bibit yang diberikan harus varietas unggul yang sesuai dengan selera konsumen (pasar). Diseminasi teknologi dilakukan dengan memberdayakan penyuluh pertanian. Teknologi harus dapat menjamin proses produksi untuk menghasilkan produk berkualitas.
Peran pemasar
Pemasar berperan sebagai penjamin pasar bagi produk buah yang dihasilkan. Produk buah yang dihasilkan bisa dalam bentuk segar maupun hasil olahan. Pemasar harus membentuk “jalur pasar baru” yang lebih berkeadilan bagi setiap pihak yang terlibat dalam sistem produksi tersebut.
Peluang dan Tantangan
Pengembangan sistem produksi buah di pekarangan dapat mendukung usaha ketahanan pangan. Hal ini karena terjadi pemenuhan kebutuhan pangan rumah tangga secara cukup, berkualitas, bergizi, dan aman secara teratur. Apabila terdapat kelebihan produksi dari rumah tangga, hasil panen dapat dijual atau ditingkatkan nilai tambahnya dengan pengolahan hasil panen. Kerjasama rumah tangga dalam hal ini kelompok tani dengan pemerintah dan pemasar akan meningkatkan pendapatan rumah tangga.
Selain berdampak sosial dalam meningkatkan hubungan silaturami antar rumah tangga, pengembangan sistem produksi buah di pekarangan membuat lingkungan menjadi lebih lestari dan terjaga. Polusi udara, air, dan tanah dapat dikurangi, sehingga kesehatan lingkungan menjadi terjaga.
Tantangan pengembangan sistem produksi buah di pekarangan adalah bagaimana memilih komoditas unggulan, meningkatkan peran kelompok tani, meningkatkan kerjasama antara petani, pemerintah, dan pemasar, dan membuat kerjasama yang berkeadilan antara petani dan pemasar.
Sumber Bacaan
Nuhfil Hanani AR. 2009. Ketahanan Pangan Dan Pertanian Kota. http://lecture. brawijaya.ac.id/nuhfil/category/journal/pertanian-kota-ketahanan-pangan-nuhfil-journal.
PKBT. 2004. Rencana Induk Riset Unggulan Strategis Nasional Pengembangan Buah-Buahan Unggulan Indonesia. Pusat Kajian Buah-Buahan Tropika, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor.
PKBT. 2008. Pengembanganan Bisnis Pangan Berbasis Buah. Pusat Kajian Buah-Buahan Tropika, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar